Definisi Asesmen Formatif dan Sumatif
Asesmen adalah bagian integral dari proses pembelajaran yang bertujuan untuk
memahami tingkat pencapaian peserta didik terhadap tujuan pembelajaran yang
telah ditentukan. Dalam konteks ini, asesmen formatif dan sumatif memiliki
peran yang berbeda namun saling melengkapi.
Asesmen formatif didefinisikan sebagai proses
pengumpulan informasi yang dilakukan secara berkesinambungan selama proses
pembelajaran berlangsung dengan tujuan memberikan umpan balik kepada guru dan
peserta didik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran (Black & Wiliam,
1998). Bentuk asesmen ini menekankan pada identifikasi kekuatan dan kelemahan
siswa dalam memahami materi sehingga guru dapat menyesuaikan strategi
pengajaran mereka. Contoh asesmen formatif meliputi diskusi kelas, tugas
harian, kuis singkat, dan pengamatan langsung.
Di sisi lain, asesmen sumatif adalah proses
evaluasi yang dilakukan pada akhir suatu unit pembelajaran, semester, atau
tahun ajaran untuk menentukan sejauh mana siswa telah mencapai tujuan
pembelajaran yang ditetapkan (Harlen, 2012). Asesmen sumatif biasanya berbentuk
tes akhir semester, ujian nasional, atau proyek akhir yang hasilnya digunakan
untuk memberikan nilai atau peringkat kepada siswa.
Secara ringkas, asesmen formatif berfokus pada proses pembelajaran untuk
perbaikan berkelanjutan, sementara asesmen sumatif lebih mengarah pada
pengukuran hasil akhir dari pembelajaran yang telah dilakukan.
Perbedaan Asesmen untuk Pembelajaran, Asesmen sebagai Pembelajaran,
dan Asesmen dari Pembelajaran
Asesmen dalam pendidikan memiliki berbagai
perspektif yang mencerminkan tujuan dan perannya dalam mendukung proses belajar
mengajar. Tiga konsep utama yang sering digunakan adalah asesmen untuk
pembelajaran, asesmen sebagai pembelajaran, dan asesmen dari pembelajaran.
Ketiganya memiliki fokus dan fungsi yang berbeda.
1. Asesmen
untuk Pembelajaran (Assessment for Learning) Asesmen untuk pembelajaran
adalah pendekatan asesmen yang dirancang untuk membantu siswa dan guru memahami
kemajuan belajar selama proses pembelajaran berlangsung. Fokus utamanya adalah
memberikan umpan balik yang konstruktif sehingga siswa dapat meningkatkan
pemahaman dan keterampilan mereka (Wiliam, 2011). Guru menggunakan hasil
asesmen ini untuk menyesuaikan metode pengajaran dan memberikan intervensi yang
sesuai.
Contoh penerapan asesmen untuk pembelajaran
meliputi:
o
Memberikan kuis singkat untuk mengukur pemahaman
siswa terhadap materi yang baru diajarkan.
o
Diskusi kelas di mana siswa memberikan tanggapan
atas pertanyaan guru.
o
Tugas proyek yang mencerminkan proses berpikir
siswa.
2. Asesmen
sebagai Pembelajaran (Assessment as Learning) Asesmen sebagai
pembelajaran menekankan peran siswa sebagai agen aktif dalam proses penilaian.
Dalam pendekatan ini, siswa dilibatkan dalam mengidentifikasi tujuan
pembelajaran, memonitor kemajuan mereka, dan merefleksikan hasil belajar.
Asesmen ini bertujuan untuk mengembangkan keterampilan metakognitif, seperti
berpikir kritis dan pemecahan masalah (Earl, 2003).
Contoh penerapan asesmen sebagai pembelajaran:
o
Siswa menilai pekerjaan mereka sendiri
berdasarkan rubrik yang disediakan.
o
Melakukan refleksi tertulis tentang apa yang
telah mereka pelajari dan apa yang masih perlu diperbaiki.
o
Memberikan umpan balik kepada sesama siswa dalam
kegiatan pembelajaran kolaboratif.
3. Asesmen
dari Pembelajaran (Assessment of Learning) Asesmen dari pembelajaran
berfokus pada pengukuran pencapaian siswa terhadap tujuan pembelajaran setelah
proses pembelajaran selesai. Pendekatan ini sering kali digunakan untuk
menentukan nilai akhir siswa dan memberikan laporan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan, seperti orang tua atau lembaga pendidikan (Stiggins, 2005).
Contoh asesmen dari pembelajaran meliputi:
o
Tes akhir semester atau ujian nasional.
o
Penilaian proyek akhir atau karya ilmiah.
o
Laporan kemajuan belajar yang mencakup nilai
kuantitatif.
Perbedaan utama dari ketiga jenis asesmen ini
terletak pada fokus dan tujuannya. Asesmen untuk pembelajaran berfungsi sebagai
alat untuk mendukung proses belajar, asesmen sebagai pembelajaran bertujuan
untuk memberdayakan siswa dalam memahami proses belajar mereka sendiri,
sedangkan asesmen dari pembelajaran digunakan untuk mengukur hasil belajar
secara keseluruhan.
Validitas, Reliabilitas, dan Keadilan dalam Asesmen
Asesmen yang efektif harus memenuhi tiga kriteria utama: validitas,
reliabilitas, dan keadilan. Ketiga aspek ini memastikan bahwa hasil asesmen
mencerminkan pencapaian siswa secara akurat dan adil.
1.
Validitas Validitas merujuk pada
sejauh mana asesmen mengukur apa yang seharusnya diukur (Messick, 1989).
Sebagai contoh, jika tujuan pembelajaran adalah untuk menilai kemampuan siswa
dalam menulis esai, maka asesmen yang valid harus mencakup tugas penulisan
esai, bukan sekadar tes pilihan ganda tentang tata bahasa. Ada beberapa jenis
validitas yang perlu dipertimbangkan:
o
Validitas isi: Apakah asesmen
mencakup semua aspek yang relevan dengan tujuan pembelajaran?
o
Validitas konstruk: Apakah
asesmen mengukur konsep yang dimaksud secara teoritis?
o
Validitas prediktif: Apakah
hasil asesmen dapat digunakan untuk memprediksi kinerja siswa di masa depan?
2. Reliabilitas
Reliabilitas mengacu pada konsistensi hasil asesmen. Suatu asesmen dianggap
reliabel jika menghasilkan skor yang sama atau serupa ketika diterapkan pada
waktu yang berbeda atau oleh penilai yang berbeda (Cronbach, 1951). Beberapa
faktor yang memengaruhi reliabilitas meliputi:
o
Kejelasan instruksi dan pertanyaan asesmen.
o
Konsistensi dalam penilaian, terutama dalam
tugas subjektif seperti esai.
o
Jumlah butir soal atau tugas yang memadai untuk
mengukur kemampuan siswa secara akurat.
Untuk meningkatkan reliabilitas, guru dapat
menggunakan rubrik penilaian yang jelas dan terstandar, serta melibatkan
beberapa penilai untuk meminimalkan bias.
3. Keadilan
Keadilan dalam asesmen berarti bahwa setiap siswa memiliki kesempatan yang sama
untuk menunjukkan kemampuannya tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal
seperti latar belakang sosial, budaya, atau ekonomi (Popham, 2017). Untuk
mencapai keadilan, beberapa langkah yang dapat diambil adalah:
o
Menggunakan bahasa yang jelas dan sederhana
dalam pertanyaan asesmen.
o
Memastikan bahwa asesmen bebas dari bias budaya
atau gender.
o
Memberikan akomodasi yang sesuai bagi siswa
dengan kebutuhan khusus, seperti waktu tambahan atau alat bantu.
Validitas, reliabilitas, dan keadilan adalah
elemen yang saling berkaitan. Sebuah asesmen yang valid namun tidak reliabel
tidak akan memberikan gambaran yang konsisten tentang kemampuan siswa.
Sebaliknya, asesmen yang reliabel namun tidak valid akan menghasilkan informasi
yang kurang bermakna. Selain itu, jika asesmen tidak adil, maka hasilnya tidak
dapat dianggap representatif bagi seluruh populasi siswa.
Kesimpulan
Asesmen adalah komponen esensial dalam
pembelajaran yang membantu guru dan siswa memahami pencapaian dan kebutuhan
belajar. Asesmen formatif dan sumatif, bersama dengan konsep asesmen untuk
pembelajaran, asesmen sebagai pembelajaran, dan asesmen dari pembelajaran, menawarkan
pendekatan yang komprehensif untuk mendukung proses pendidikan. Namun, untuk
memastikan asesmen tersebut efektif, penting bagi pendidik untuk memperhatikan
validitas, reliabilitas, dan keadilan. Dengan demikian, asesmen tidak hanya
menjadi alat evaluasi, tetapi juga sarana untuk menciptakan pembelajaran yang
lebih inklusif dan bermakna.
Referensi
·
Black, P., & Wiliam, D. (1998). Assessment
and classroom learning. Assessment in Education: Principles,
Policy & Practice, 5(1), 7-74.
·
Cronbach, L. J. (1951). Coefficient alpha and
the internal structure of tests. Psychometrika, 16(3),
297-334.
·
Earl, L. M. (2003). Assessment as learning:
Using classroom assessment to maximize student learning. Thousand
Oaks, CA: Corwin Press.
·
Harlen, W. (2012). The role of assessment
in developing motivation for learning. Abingdon: Routledge.
·
Messick, S. (1989). Validity. In R. L. Linn
(Ed.), Educational Measurement (3rd ed., pp. 13-103). New
York: American Council on Education and Macmillan.
·
Popham, W. J. (2017). Classroom
assessment: What teachers need to know (8th ed.). Boston: Pearson.
·
Stiggins, R. J. (2005). From formative
assessment to assessment for learning: A path to success in standards-based
schools. Phi Delta Kappan, 87(4), 324-328.
Comments
Post a Comment