Skip to main content

BAB 5: Prinsip Dasar Asesmen

 

Definisi Asesmen Formatif dan Sumatif

Asesmen adalah bagian integral dari proses pembelajaran yang bertujuan untuk memahami tingkat pencapaian peserta didik terhadap tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Dalam konteks ini, asesmen formatif dan sumatif memiliki peran yang berbeda namun saling melengkapi.

Asesmen formatif didefinisikan sebagai proses pengumpulan informasi yang dilakukan secara berkesinambungan selama proses pembelajaran berlangsung dengan tujuan memberikan umpan balik kepada guru dan peserta didik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran (Black & Wiliam, 1998). Bentuk asesmen ini menekankan pada identifikasi kekuatan dan kelemahan siswa dalam memahami materi sehingga guru dapat menyesuaikan strategi pengajaran mereka. Contoh asesmen formatif meliputi diskusi kelas, tugas harian, kuis singkat, dan pengamatan langsung.

Di sisi lain, asesmen sumatif adalah proses evaluasi yang dilakukan pada akhir suatu unit pembelajaran, semester, atau tahun ajaran untuk menentukan sejauh mana siswa telah mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan (Harlen, 2012). Asesmen sumatif biasanya berbentuk tes akhir semester, ujian nasional, atau proyek akhir yang hasilnya digunakan untuk memberikan nilai atau peringkat kepada siswa.

Secara ringkas, asesmen formatif berfokus pada proses pembelajaran untuk perbaikan berkelanjutan, sementara asesmen sumatif lebih mengarah pada pengukuran hasil akhir dari pembelajaran yang telah dilakukan.

Perbedaan Asesmen untuk Pembelajaran, Asesmen sebagai Pembelajaran, dan Asesmen dari Pembelajaran

Asesmen dalam pendidikan memiliki berbagai perspektif yang mencerminkan tujuan dan perannya dalam mendukung proses belajar mengajar. Tiga konsep utama yang sering digunakan adalah asesmen untuk pembelajaran, asesmen sebagai pembelajaran, dan asesmen dari pembelajaran. Ketiganya memiliki fokus dan fungsi yang berbeda.

1.      Asesmen untuk Pembelajaran (Assessment for Learning) Asesmen untuk pembelajaran adalah pendekatan asesmen yang dirancang untuk membantu siswa dan guru memahami kemajuan belajar selama proses pembelajaran berlangsung. Fokus utamanya adalah memberikan umpan balik yang konstruktif sehingga siswa dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan mereka (Wiliam, 2011). Guru menggunakan hasil asesmen ini untuk menyesuaikan metode pengajaran dan memberikan intervensi yang sesuai.

Contoh penerapan asesmen untuk pembelajaran meliputi:

o    Memberikan kuis singkat untuk mengukur pemahaman siswa terhadap materi yang baru diajarkan.

o    Diskusi kelas di mana siswa memberikan tanggapan atas pertanyaan guru.

o    Tugas proyek yang mencerminkan proses berpikir siswa.

2.      Asesmen sebagai Pembelajaran (Assessment as Learning) Asesmen sebagai pembelajaran menekankan peran siswa sebagai agen aktif dalam proses penilaian. Dalam pendekatan ini, siswa dilibatkan dalam mengidentifikasi tujuan pembelajaran, memonitor kemajuan mereka, dan merefleksikan hasil belajar. Asesmen ini bertujuan untuk mengembangkan keterampilan metakognitif, seperti berpikir kritis dan pemecahan masalah (Earl, 2003).

Contoh penerapan asesmen sebagai pembelajaran:

o    Siswa menilai pekerjaan mereka sendiri berdasarkan rubrik yang disediakan.

o    Melakukan refleksi tertulis tentang apa yang telah mereka pelajari dan apa yang masih perlu diperbaiki.

o    Memberikan umpan balik kepada sesama siswa dalam kegiatan pembelajaran kolaboratif.

3.      Asesmen dari Pembelajaran (Assessment of Learning) Asesmen dari pembelajaran berfokus pada pengukuran pencapaian siswa terhadap tujuan pembelajaran setelah proses pembelajaran selesai. Pendekatan ini sering kali digunakan untuk menentukan nilai akhir siswa dan memberikan laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, seperti orang tua atau lembaga pendidikan (Stiggins, 2005).

Contoh asesmen dari pembelajaran meliputi:

o    Tes akhir semester atau ujian nasional.

o    Penilaian proyek akhir atau karya ilmiah.

o    Laporan kemajuan belajar yang mencakup nilai kuantitatif.

Perbedaan utama dari ketiga jenis asesmen ini terletak pada fokus dan tujuannya. Asesmen untuk pembelajaran berfungsi sebagai alat untuk mendukung proses belajar, asesmen sebagai pembelajaran bertujuan untuk memberdayakan siswa dalam memahami proses belajar mereka sendiri, sedangkan asesmen dari pembelajaran digunakan untuk mengukur hasil belajar secara keseluruhan.

Validitas, Reliabilitas, dan Keadilan dalam Asesmen

Asesmen yang efektif harus memenuhi tiga kriteria utama: validitas, reliabilitas, dan keadilan. Ketiga aspek ini memastikan bahwa hasil asesmen mencerminkan pencapaian siswa secara akurat dan adil.

1.      Validitas Validitas merujuk pada sejauh mana asesmen mengukur apa yang seharusnya diukur (Messick, 1989). Sebagai contoh, jika tujuan pembelajaran adalah untuk menilai kemampuan siswa dalam menulis esai, maka asesmen yang valid harus mencakup tugas penulisan esai, bukan sekadar tes pilihan ganda tentang tata bahasa. Ada beberapa jenis validitas yang perlu dipertimbangkan:

o    Validitas isi: Apakah asesmen mencakup semua aspek yang relevan dengan tujuan pembelajaran?

o    Validitas konstruk: Apakah asesmen mengukur konsep yang dimaksud secara teoritis?

o    Validitas prediktif: Apakah hasil asesmen dapat digunakan untuk memprediksi kinerja siswa di masa depan?

2.      Reliabilitas Reliabilitas mengacu pada konsistensi hasil asesmen. Suatu asesmen dianggap reliabel jika menghasilkan skor yang sama atau serupa ketika diterapkan pada waktu yang berbeda atau oleh penilai yang berbeda (Cronbach, 1951). Beberapa faktor yang memengaruhi reliabilitas meliputi:

o    Kejelasan instruksi dan pertanyaan asesmen.

o    Konsistensi dalam penilaian, terutama dalam tugas subjektif seperti esai.

o    Jumlah butir soal atau tugas yang memadai untuk mengukur kemampuan siswa secara akurat.

Untuk meningkatkan reliabilitas, guru dapat menggunakan rubrik penilaian yang jelas dan terstandar, serta melibatkan beberapa penilai untuk meminimalkan bias.

3.      Keadilan Keadilan dalam asesmen berarti bahwa setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk menunjukkan kemampuannya tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal seperti latar belakang sosial, budaya, atau ekonomi (Popham, 2017). Untuk mencapai keadilan, beberapa langkah yang dapat diambil adalah:

o    Menggunakan bahasa yang jelas dan sederhana dalam pertanyaan asesmen.

o    Memastikan bahwa asesmen bebas dari bias budaya atau gender.

o    Memberikan akomodasi yang sesuai bagi siswa dengan kebutuhan khusus, seperti waktu tambahan atau alat bantu.

Validitas, reliabilitas, dan keadilan adalah elemen yang saling berkaitan. Sebuah asesmen yang valid namun tidak reliabel tidak akan memberikan gambaran yang konsisten tentang kemampuan siswa. Sebaliknya, asesmen yang reliabel namun tidak valid akan menghasilkan informasi yang kurang bermakna. Selain itu, jika asesmen tidak adil, maka hasilnya tidak dapat dianggap representatif bagi seluruh populasi siswa.

Kesimpulan

Asesmen adalah komponen esensial dalam pembelajaran yang membantu guru dan siswa memahami pencapaian dan kebutuhan belajar. Asesmen formatif dan sumatif, bersama dengan konsep asesmen untuk pembelajaran, asesmen sebagai pembelajaran, dan asesmen dari pembelajaran, menawarkan pendekatan yang komprehensif untuk mendukung proses pendidikan. Namun, untuk memastikan asesmen tersebut efektif, penting bagi pendidik untuk memperhatikan validitas, reliabilitas, dan keadilan. Dengan demikian, asesmen tidak hanya menjadi alat evaluasi, tetapi juga sarana untuk menciptakan pembelajaran yang lebih inklusif dan bermakna.

Referensi

·         Black, P., & Wiliam, D. (1998). Assessment and classroom learning. Assessment in Education: Principles, Policy & Practice, 5(1), 7-74.

·         Cronbach, L. J. (1951). Coefficient alpha and the internal structure of tests. Psychometrika, 16(3), 297-334.

·         Earl, L. M. (2003). Assessment as learning: Using classroom assessment to maximize student learning. Thousand Oaks, CA: Corwin Press.

·         Harlen, W. (2012). The role of assessment in developing motivation for learning. Abingdon: Routledge.

·         Messick, S. (1989). Validity. In R. L. Linn (Ed.), Educational Measurement (3rd ed., pp. 13-103). New York: American Council on Education and Macmillan.

·         Popham, W. J. (2017). Classroom assessment: What teachers need to know (8th ed.). Boston: Pearson.

·         Stiggins, R. J. (2005). From formative assessment to assessment for learning: A path to success in standards-based schools. Phi Delta Kappan, 87(4), 324-328.

Wiliam, D. (2011). Embedded formative assessment. Bloomington, IN: Solution Tree Press.

Comments

Popular posts from this blog

Pendahuluan Pemahaman tentang Peserta Didik dan Pembelajarannya

Pendahuluan 1.1. Pengertian Peserta Didik Peserta didik merupakan subjek utama dalam sistem pendidikan yang berperan sebagai individu yang menjalani proses pembelajaran. Secara terminologi, peserta didik adalah individu yang berpartisipasi aktif dalam proses pendidikan, baik formal, nonformal, maupun informal, dengan tujuan memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap tertentu untuk mengembangkan potensi dirinya. Dalam konteks formal, peserta didik sering merujuk pada siswa di sekolah atau mahasiswa di perguruan tinggi yang terlibat dalam proses pembelajaran yang terstruktur. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan diri melalui proses pembelajaran pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Definisi ini menegaskan bahwa peserta didik tidak hanya terbatas pada anak usia sekolah, tetapi mencakup individu di berbagai usia yang terlibat dalam berbagai bentuk pendidikan (Keme...

Latar belakang dan urgensi filosofi dalam sistem pendidikan.

Filosofi Pendidikan Indonesia (Bagian 1)    Bagikan di Facebook   Bagikan di WhatsApp a.       Latar belakang dan urgensi filosofi dalam sistem pendidikan. Pendidikan adalah fondasi utama dalam membangun masyarakat yang berdaya saing, inklusif, dan bermoral. Filosofi pendidikan memberikan kerangka konseptual yang membimbing praktik dan tujuan pendidikan dalam membentuk individu yang holistik. Sebagai dasar pemikiran yang mendalam, filosofi pendidikan mengarahkan sistem pendidikan agar tidak hanya berfokus pada transfer pengetahuan semata, tetapi juga pada pengembangan karakter, nilai-nilai kemanusiaan, dan kemampuan berpikir kritis. Pandangan ini menjadi relevan di tengah tantangan global, seperti peningkatan kompleksitas teknologi, kemerosotan moral, dan ketimpangan sosial, yang membutuhkan individu dengan kesadaran etik dan kemampuan reflektif untuk menjawab permasalahan masa kini (Dewey, 1938; Noddings, 2013). Urgensi filosofi dalam ...

Dukungan Prabowo: Insentif Guru Non-ASN Rp 2 Juta, Guru ASN 1 Kali Gaji

WartaHarian , 26 November 2024 – Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menerima Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti, di Istana Merdeka. Dalam pertemuan ini, sejumlah isu strategis di bidang pendidikan menjadi topik pembahasan, termasuk kebijakan pembelajaran coding, evaluasi sistem zonasi PPDB, peringatan Hari Guru Nasional 2024, serta peningkatan kesejahteraan guru. Pemerintah tengah mengkaji penerapan pembelajaran pemrograman komputer atau coding sebagai bagian dari kurikulum pilihan di sekolah. Kebijakan ini direncanakan dimulai dari jenjang pendidikan dasar, kemungkinan dari kelas 4 ke atas. Presiden Prabowo Subianto menyatakan dukungan penuh terhadap inisiatif tersebut, dengan harapan pembelajaran coding dapat membekali generasi muda untuk menghadapi tantangan era digital yang semakin kompleks. Terkait dengan sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), Presiden Prabowo menginstruksikan agar dilakukan kajian mendalam untuk menye...