Belajar dari Dua Cerita Nyata Tentang Guru yang Tak Pernah Berhenti Tumbuh 🌱
Kalau kita bicara soal pendidikan, semua ujungnya pasti kembali ke satu
tokoh penting: guru.
Guru adalah penentu arah belajar siswa, bahkan kadang jadi cermin karakter bagi
mereka. Tapi, di balik peran besar itu, guru juga manusia biasa yang butuh
berkembang, diperhatikan, dan didukung.
Nah, di artikel kali ini kita akan bahas dua kisah nyata (yang disamarkan,
tentu saja):
·
Sekolah
A — dengan segala tantangan implementasi program pengembangan
kompetensi guru, dan
·
Sekolah
B — yang berhasil menunjukkan perubahan besar lewat strategi
pengembangan yang konsisten dan kolaboratif.
Keduanya punya cerita unik yang bisa jadi pelajaran buat sekolah-sekolah
lain di Indonesia. Yuk, kita kupas satu per satu! 👇
| Pengembangan Profesi Guru oleh Aco Nasir | CV. Cemerlang Publishing |
🎯 Sekolah A: Tantangan di Balik Implementasi Program Pengembangan Kompetensi
Guru
Sekolah A adalah sekolah menengah di daerah pinggiran kota. Secara
fasilitas, sekolah ini cukup lengkap — ruang kelas memadai, ada laboratorium,
bahkan sudah punya akses internet yang lumayan stabil.
Namun, ketika pemerintah menggulirkan program pengembangan kompetensi
guru berbasis digital, pelaksanaannya nggak semulus yang
diharapkan.
1️⃣ Awal yang Penuh
Semangat
Ketika program diluncurkan, para guru di Sekolah A semangat luar biasa.
Mereka mengikuti sosialisasi, membuat akun pelatihan di platform SIMPKB,
bahkan mulai mencoba membuat media ajar digital.
Kepala sekolah mendukung penuh — mengalokasikan waktu khusus di akhir pekan
untuk pelatihan internal dan mengundang narasumber dari dinas pendidikan.
Awalnya, semuanya terlihat menjanjikan.
Tapi seiring waktu, semangat itu mulai menurun.
Beberapa guru mulai merasa terbebani, terutama yang sudah senior dan kurang
terbiasa dengan teknologi.
2️⃣ Tantangan Utama:
Mindset dan Waktu
Masalah paling besar ternyata bukan di fasilitas atau dukungan dana, tapi di
mindset dan manajemen waktu.
Beberapa guru merasa program ini hanya menambah beban kerja.
Mereka bilang, “Ngajar aja udah padat, masih ditambah pelatihan online dan
tugas pengembangan?”
Ada juga yang merasa minder karena belum terbiasa dengan aplikasi seperti
Canva, Google Classroom, atau video editing.
Akibatnya, hanya sebagian kecil guru yang benar-benar mengikuti pelatihan
sampai tuntas.
Selain itu, tidak ada sistem pendampingan yang kuat.
Setelah pelatihan selesai, guru dibiarkan jalan sendiri-sendiri tanpa forum
refleksi atau tindak lanjut.
3️⃣ Dampaknya di
Lapangan
Ketika guru tidak mengembangkan diri secara merata, dampaknya langsung
terasa di kelas.
Beberapa guru sudah menerapkan pembelajaran berbasis proyek (Project Based
Learning), tapi yang lain masih mengajar dengan metode ceramah tradisional.
Ketimpangan ini membuat kualitas pembelajaran di sekolah jadi tidak konsisten.
Siswa di satu kelas belajar dengan cara interaktif dan kreatif, tapi di
kelas lain masih pasif.
4️⃣ Apa yang Bisa
Dipetik dari Sekolah A?
Meskipun programnya belum berjalan optimal, kasus di Sekolah A memberi
pelajaran berharga:
·
Pengembangan kompetensi
guru tidak bisa hanya bersifat formal atau sesaat.
·
Perlu pendampingan
berkelanjutan agar guru bisa mengubah mindset dan kebiasaan.
·
Dukungan kepala sekolah
penting, tapi harus diimbangi dengan komunitas belajar
agar semangat guru tetap terjaga.
Jadi, Sekolah A bisa dibilang belum gagal, hanya belum
menemukan ritme terbaiknya.
Perubahan itu proses, dan sekolah ini sedang berada di tahap belajar. 💪
🌟 Sekolah B: Cerita Keberhasilan Pengembangan Kompetensi Guru
Sekolah B punya cerita yang berbeda.
Sekolah ini terletak di daerah pedesaan, jauh dari pusat kota. Tapi siapa
sangka, justru di sinilah program pengembangan kompetensi guru berjalan luar biasa
sukses.
Padahal, kalau dilihat dari fasilitas, sekolah ini jauh di bawah Sekolah A.
Internet masih sering putus, laptop terbatas, dan beberapa ruang kelas bahkan
masih butuh perbaikan.
Tapi semangat guru-gurunya? Luar biasa!
1️⃣ Dimulai dari
Kesadaran Bersama
Semuanya bermula dari kesadaran kepala sekolah dan para guru bahwa mereka nggak
bisa diam di tempat.
Kurikulum berubah, tuntutan belajar siswa makin tinggi, dan teknologi makin
canggih.
Mereka sadar, kalau nggak berubah sekarang, nanti akan ketinggalan jauh.
Jadi, sekolah ini mulai merancang program pengembangan
kompetensi berbasis kebutuhan guru.
Bukan sekadar ikut-ikutan kebijakan, tapi benar-benar disesuaikan dengan
kondisi di lapangan.
Mereka melakukan survei kecil untuk mengetahui:
·
Apa kesulitan utama guru
dalam mengajar?
·
Bidang apa yang ingin
mereka pelajari lebih dalam?
·
Jenis pelatihan apa yang
paling relevan dan menarik?
Dari hasil itu, sekolah membentuk “Tim Pengembang
Kompetensi Guru (TPKG)” yang bertugas mengatur jadwal
pelatihan, mencari narasumber, dan mengatur kegiatan refleksi bulanan.
2️⃣ Program yang
Sederhana Tapi Efektif
Setiap bulan, guru di Sekolah B mengikuti kegiatan Belajar Bersama Guru
(BBG).
Konsepnya sederhana: satu guru berbagi praktik baik, guru lain mendengarkan,
memberi masukan, lalu mencoba menerapkan di kelas masing-masing.
Kadang mereka belajar bareng membuat media pembelajaran digital, kadang
diskusi tentang asesmen, kadang belajar metode pembelajaran aktif seperti Think-Pair-Share
atau Gallery Walk.
Selain itu, mereka aktif ikut pelatihan daring dari Merdeka Mengajar
dan Ruang Guru Academy.
Kalau jaringan internet lemah, mereka unduh materi dulu di rumah lalu nonton
bareng di sekolah.
Yang menarik, mereka juga menerapkan sistem peer review.
Artinya, guru bisa saling mengobservasi pembelajaran rekan sejawat dan memberikan
masukan dengan cara positif.
Awalnya agak canggung, tapi lama-lama jadi budaya belajar yang sehat.
3️⃣ Dukungan Kepala
Sekolah dan Komunitas
Salah satu kunci keberhasilan di Sekolah B adalah dukungan
total dari kepala sekolah.
Kepala sekolah nggak hanya “menyuruh”, tapi ikut belajar juga.
Ia memberi waktu khusus untuk pelatihan tanpa mengganggu jam mengajar, bahkan
menyediakan insentif kecil untuk guru yang aktif mengikuti pelatihan atau
berbagi inovasi.
Selain itu, sekolah juga bekerja sama dengan komunitas pendidikan
lokal.
Mereka sering mengundang dosen dari universitas terdekat untuk memberikan
pelatihan singkat atau mentoring.
Dengan kolaborasi ini, guru merasa dihargai dan diberi ruang untuk
berkembang tanpa tekanan.
4️⃣ Hasil yang
Terlihat Nyata
Setelah dua tahun berjalan, hasilnya luar biasa:
·
Guru lebih percaya diri
menggunakan teknologi di kelas.
·
Siswa lebih aktif, karena
pembelajaran jadi lebih kreatif dan kontekstual.
·
Hubungan antar guru makin
solid, karena budaya belajar bersama sudah terbentuk.
·
Sekolah bahkan mulai
dikenal sebagai “Sekolah Inovatif” di tingkat kabupaten.
Yang paling penting, guru merasa bahagia dan bangga
karena profesinya benar-benar dihargai.
5️⃣ Kunci Keberhasilan
Sekolah B
Dari kisah Sekolah B, kita bisa simpulkan beberapa poin penting:
✅ Pengembangan kompetensi yang berhasil dimulai dari kesadaran
dan kebutuhan nyata guru.
✅ Kolaborasi lebih efektif
daripada pelatihan satu arah.
✅ Dukungan kepala sekolah adalah pondasi
utama.
✅ Infrastruktur bukan hambatan kalau ada semangat dan
kreativitas.
✅ Evaluasi dan refleksi rutin membantu menjaga arah
perkembangan.
🔍 Perbandingan Sekolah A dan Sekolah B
|
Aspek |
Sekolah
A |
Sekolah
B |
|
Lokasi |
Pinggiran kota |
Pedesaan |
|
Fasilitas |
Lengkap |
Terbatas |
|
Pendekatan |
Formal dan instruksional |
Berbasis kebutuhan dan
kolaboratif |
|
Tantangan |
Mindset & waktu |
Infrastruktur & jaringan |
|
Dukungan
Kepala Sekolah |
Ada tapi belum maksimal |
Sangat aktif dan inspiratif |
|
Hasil |
Belum optimal |
Terlihat nyata dan berkelanjutan |
Dari tabel di atas, kita bisa lihat bahwa keberhasilan
pengembangan kompetensi guru tidak tergantung pada fasilitas,
tapi pada budaya belajar dan kepemimpinan yang
visioner.
🌈 Penutup: Semua Sekolah Bisa Berkembang
Kisah Sekolah A dan Sekolah B menunjukkan dua sisi perjalanan yang sama —
sama-sama ingin guru berkembang, tapi hasilnya berbeda karena strategi dan
pendekatannya.
Sekolah A masih berjuang menumbuhkan kesadaran dan kebiasaan belajar guru,
sementara Sekolah B sudah menikmati hasil dari budaya belajar yang mereka tanam
bersama.
Namun satu hal yang pasti: tidak ada guru yang
gagal berkembang, hanya yang belum menemukan cara yang tepat untuk berkembang.
Dengan kolaborasi, dukungan, dan semangat belajar, setiap sekolah bisa jadi
seperti Sekolah B — tempat di mana guru dan siswa tumbuh bersama, saling
menginspirasi, dan terus berinovasi. 🌻
#
#RuangGuru #PengembanganKompetensiGuru #StudiKasusGuru #KolaborasiPendidikan
#GuruBelajar #GuruInovatif #PendidikanIndonesia
No comments:
Post a Comment