Skip to main content

Karakteristik Filosofi Pendidikan Indonesia

a.      Pendidikan sebagai proses humanisasi: membangun manusia yang berbudaya.

Pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam proses humanisasi, yaitu membangun manusia yang tidak hanya terampil secara intelektual tetapi juga berbudaya. Proses humanisasi ini menempatkan manusia sebagai subjek pendidikan yang berkembang secara utuh, baik dari sisi moral, sosial, maupun spiritual. Dalam konteks ini, pendidikan bertujuan membentuk individu yang sadar akan martabat dan tanggung jawabnya sebagai manusia, yang mampu hidup bermakna di tengah masyarakat yang kompleks dan terus berubah (Freire, 1970).

Sebagai proses humanisasi, pendidikan membebaskan manusia dari kebodohan, ketidaktahuan, dan sikap yang destruktif. Pendidikan bertindak sebagai medium untuk mengembangkan potensi individu sehingga ia dapat berpartisipasi secara aktif dalam membangun masyarakat yang berbudaya. Hal ini mencakup kemampuan untuk berpikir kritis, menghargai nilai-nilai kemanusiaan, dan menjaga keberlanjutan budaya lokal serta universal. Dengan pendidikan, individu tidak hanya diarahkan pada pencapaian ekonomi atau teknis, tetapi juga untuk menjadi manusia yang beretika dan bermoral dalam menjalani kehidupan (Tilaar, 2012).

Proses pendidikan sebagai humanisasi menekankan pentingnya budaya dialog dan interaksi antarindividu. Menurut Freire (1970), dialog adalah inti dari humanisasi, karena melalui dialog, individu saling berbagi pengalaman, pemikiran, dan nilai-nilai untuk saling memperkaya dan menginspirasi. Dalam konteks ini, pendidikan harus menempatkan siswa sebagai subjek yang aktif, bukan sekadar objek yang pasif menerima informasi. Metode pembelajaran partisipatif, seperti diskusi, proyek kolaboratif, dan pembelajaran kontekstual, merupakan cara efektif untuk menerapkan konsep ini dalam praktik pendidikan.

Pendidikan juga berfungsi sebagai penjaga dan pengembang kebudayaan. Dalam hal ini, pendidikan memastikan bahwa nilai-nilai luhur, tradisi, dan kearifan lokal yang mencerminkan identitas bangsa dapat diwariskan kepada generasi berikutnya. Selain itu, pendidikan membuka ruang untuk adaptasi budaya yang relevan dengan perkembangan zaman, tanpa kehilangan esensi dan jati dirinya. Melalui pengenalan seni, bahasa, dan sejarah dalam kurikulum, siswa dapat memahami bahwa budaya adalah fondasi yang memperkuat karakter manusia (Kemendikbud, 2021).

Dengan pendekatan yang holistik, pendidikan mampu membangun individu yang berbudaya, yaitu manusia yang memiliki kemampuan berpikir kritis, berperilaku etis, dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Sebagai proses humanisasi, pendidikan tidak hanya berorientasi pada pencapaian material, tetapi juga pada pembentukan manusia yang peduli terhadap sesama, menghormati perbedaan, dan bertanggung jawab untuk menciptakan kehidupan yang beradab.

 

b.      Pendidikan berbasis kebhinnekaan dan multikulturalisme.

Pendidikan berbasis kebhinnekaan dan multikulturalisme merupakan upaya strategis untuk mengelola keragaman budaya, etnis, agama, dan bahasa dalam masyarakat guna menciptakan keharmonisan sosial. Pendekatan ini berangkat dari prinsip bahwa setiap individu dan kelompok memiliki hak untuk dihargai dan diterima dalam kebhinekaan, sesuai dengan cita-cita Indonesia yang diabadikan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Pendidikan multikultural bertujuan membangun kesadaran akan keberagaman sekaligus memupuk sikap saling menghormati, toleransi, dan empati terhadap perbedaan (Banks, 2004).

Dalam praktiknya, pendidikan berbasis kebhinnekaan dan multikulturalisme tidak hanya menanamkan pemahaman teoretis tentang keragaman, tetapi juga membekali siswa dengan pengalaman langsung yang relevan. Misalnya, kurikulum disusun untuk mengenalkan keunikan budaya lokal, nasional, dan global melalui pelajaran seni, bahasa, sejarah, dan kewarganegaraan. Proses pembelajaran dirancang untuk mendorong siswa mengenal dan menghormati tradisi budaya lain tanpa kehilangan identitasnya. Selain itu, dialog dan interaksi antarsiswa dari latar belakang yang beragam menjadi sarana penting dalam memahami perspektif dan nilai-nilai yang berbeda (Kemendikbud, 2021).

Pendekatan multikultural dalam pendidikan tidak hanya relevan dalam konteks hubungan sosial, tetapi juga penting untuk membangun kemampuan siswa dalam menghadapi tantangan global. Dengan memahami dan menghormati kebhinnekaan, siswa dibekali keterampilan untuk bekerja di lingkungan multikultural, baik di tingkat nasional maupun internasional. Sikap keterbukaan ini menjadi dasar untuk membangun kohesi sosial di tengah dinamika dunia yang semakin kompleks dan terhubung (Tilaar, 2012).

Pendidikan berbasis kebhinnekaan dan multikulturalisme juga menjadi kunci dalam mencegah konflik berbasis identitas. Dengan menanamkan nilai-nilai kebersamaan dan kemanusiaan universal, pendidikan membantu meminimalkan prasangka, stereotip, dan diskriminasi yang dapat mengancam keharmonisan masyarakat. Sekolah, sebagai institusi yang membentuk generasi muda, berperan besar dalam memperkuat toleransi melalui pembelajaran yang inklusif dan berbasis kesetaraan. Melalui pelibatan semua pihak, seperti guru, orang tua, dan masyarakat, pendidikan multikultural dapat berfungsi sebagai wahana rekonsiliasi sosial yang berkelanjutan (Banks, 2004).

Dengan memprioritaskan kebhinnekaan dan multikulturalisme, pendidikan tidak hanya mendukung cita-cita demokrasi dan persatuan, tetapi juga memberikan dasar bagi pembangunan masyarakat yang inklusif, adil, dan harmonis. Model pendidikan ini memungkinkan generasi mendatang untuk mengatasi tantangan dunia yang terus berubah, sambil tetap menghormati dan melestarikan keragaman yang menjadi kekuatan bangsa Indonesia.

c.      Harmoni antara ilmu pengetahuan, moral, dan agama.

Harmoni antara ilmu pengetahuan, moral, dan agama merupakan sebuah konsep penting dalam kehidupan manusia yang bertujuan menciptakan keseimbangan antara pengetahuan rasional, nilai etika, dan spiritualitas. Ilmu pengetahuan memberikan manusia alat dan metode untuk memahami alam semesta, memecahkan masalah, serta menciptakan inovasi yang bermanfaat bagi peradaban. Namun, ilmu pengetahuan yang berjalan tanpa landasan moral dapat berisiko menimbulkan dampak negatif, seperti kerusakan lingkungan atau ketidakadilan sosial. Oleh karena itu, moral diperlukan untuk memberikan panduan etis dalam penggunaan pengetahuan.

Di sisi lain, agama hadir sebagai sumber nilai-nilai spiritual yang menghubungkan manusia dengan makna yang lebih besar. Agama tidak hanya memberikan pedoman kehidupan yang bersifat personal, tetapi juga mendorong pengembangan kebajikan seperti kasih sayang, keadilan, dan pengabdian. Ketika agama diintegrasikan dengan ilmu pengetahuan, ia dapat berfungsi sebagai pengingat agar perkembangan teknologi atau penemuan baru tetap memperhatikan aspek kemanusiaan dan keutuhan ciptaan Tuhan.

Harmoni antara ketiganya menciptakan masyarakat yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki kesadaran moral dan spiritual yang tinggi. Hal ini penting dalam menjawab tantangan global seperti konflik, perubahan iklim, atau ketimpangan sosial. Dengan menjadikan ilmu pengetahuan sebagai sarana, moral sebagai panduan, dan agama sebagai penguat spiritual, manusia dapat menjalani kehidupan yang lebih bermakna dan bertanggung jawab.

Dalam konteks pendidikan, harmoni ini juga menjadi landasan penting untuk membentuk generasi penerus yang tidak hanya berpengetahuan, tetapi juga memiliki kepekaan moral dan spiritual yang mendalam. Melalui pendekatan integratif ini, kita dapat menciptakan dunia yang lebih baik, seimbang, dan berkelanjutan.

Referensi

1.        Dewey, J. (1938). Experience and Education. New York: Macmillan.

2.        Freire, P. (1970). Pedagogy of the Oppressed. New York: Herder and Herder.

3.        Kemendikbud. (2021). Kurikulum Nasional dan Implementasi Nilai-nilai Pancasila. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

4.        Knight, G. R. (2006). Philosophy & Education: An Introduction in Christian Perspective. Michigan: Andrews University Press.

5.        Noddings, N. (2013). Education and Democracy in the 21st Century. New York: Teachers College Press.

6.        Collis, B., & Moonen, J. (2001). Flexible Learning in a Digital World: Experiences and Expectations. London: Routledge.

7.        Dewey, J. (1938). Experience and Education. New York: Macmillan.

8.        Freire, P. (1970). Pedagogy of the Oppressed. New York: Herder and Herder.

9.        Kemendikbud. (2021). Kurikulum Nasional dan Implementasi Nilai-nilai Pancasila. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

10.    Knight, G. R. (2006). Philosophy & Education: An Introduction in Christian Perspective. Michigan: Andrews University Press.

11.    Noddings, N. (2013). Education and Democracy in the 21st Century. New York: Teachers College Press.

12.    Dewey, J. (1938). Experience and Education. New York: Macmillan.

13.    Kemendikbud. (2021). Kurikulum Nasional dan Implementasi Nilai-nilai Pancasila. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

14.    Knight, G. R. (2006). Philosophy & Education: An Introduction in Christian Perspective. Michigan: Andrews University Press.

15.    Ozmon, H. A., & Craver, S. M. (2008). Philosophical Foundations of Education. New York: Pearson.

16.    Kemendikbud. (2021). Kurikulum Nasional dan Implementasi Nilai-nilai Pancasila. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

17.    Suwarno, P. (2005). Ki Hadjar Dewantara: Konsep dan Pemikiran Pendidikan. Yogyakarta: BPFE.

18.    Tilaar, H. A. R. (2012). Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya.

19.    Dewey, J. (1938). Experience and Education. New York: Macmillan.

20.    Kemendikbud. (2021). Kurikulum Nasional dan Implementasi Nilai-nilai Pancasila. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

21.    Knight, G. R. (2006). Philosophy & Education: An Introduction in Christian Perspective. Michigan: Andrews University Press.

22.    Tilaar, H. A. R. (2012). Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya.

23.    Kemendikbud. (2021). Kurikulum Nasional dan Implementasi Nilai-nilai Pancasila. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

24.    Suwarno, P. (2005). Ki Hadjar Dewantara: Konsep dan Pemikiran Pendidikan. Yogyakarta: BPFE.

25.    Tilaar, H. A. R. (2012). Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya.

26.    Kemendikbud. (2021). Kurikulum Nasional dan Implementasi Nilai-nilai Pancasila. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

27.    Suwarno, P. (2005). Ki Hadjar Dewantara: Konsep dan Pemikiran Pendidikan. Yogyakarta: BPFE.

28.    Tilaar, H. A. R. (2012). Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya.

29.    Kemendikbud. (2021). Kurikulum Nasional dan Implementasi Nilai-nilai Pancasila. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

30.    Lickona, T. (1992). Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books.

31.    Suwarno, P. (2005). Ki Hadjar Dewantara: Konsep dan Pemikiran Pendidikan. Yogyakarta: BPFE.

32.    Tilaar, H. A. R. (2012). Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya.

33.    Freire, P. (1970). Pedagogy of the Oppressed. New York: Herder and Herder.

34.    Kemendikbud. (2021). Kurikulum Nasional dan Implementasi Nilai-nilai Pancasila. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

35.    Tilaar, H. A. R. (2012). Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya.

36.    Banks, J. A. (2004). Multicultural Education: Issues and Perspectives. New York: Wiley.

37.    Kemendikbud. (2021). Kurikulum Nasional dan Pendidikan Multikulturalisme. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Tilaar, H. A. R. (2012). Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya.


Daftar Rekomendasi Bacaan: 
👇👇👇👇
Pengertian dan Landasan Filosofi Pendidikan
Pancasila sebagai Landasan Filosofi Pendidikan
Latar belakang dan urgensi filosofi dalam sistem pendidikan
Latar belakang dan urgensi filosofi dalam sistem pendidikan
Karakteristik Filosofi Pendidikan Indonesia
Peran Pendidikan dalam Pembentukan Karakter Bangsa
Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal
Kritik dan Tantangan Filosofi Pendidikan Indonesia
Filosofi Pendidikan dan Sustainable Development Goals (SDGs)
Pentingnya Filosofi Pendidikan sebagai Pedoman Pembangunan Manusia Indonesia

Comments

Popular posts from this blog

Pendahuluan Pemahaman tentang Peserta Didik dan Pembelajarannya

Pendahuluan 1.1. Pengertian Peserta Didik Peserta didik merupakan subjek utama dalam sistem pendidikan yang berperan sebagai individu yang menjalani proses pembelajaran. Secara terminologi, peserta didik adalah individu yang berpartisipasi aktif dalam proses pendidikan, baik formal, nonformal, maupun informal, dengan tujuan memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap tertentu untuk mengembangkan potensi dirinya. Dalam konteks formal, peserta didik sering merujuk pada siswa di sekolah atau mahasiswa di perguruan tinggi yang terlibat dalam proses pembelajaran yang terstruktur. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan diri melalui proses pembelajaran pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Definisi ini menegaskan bahwa peserta didik tidak hanya terbatas pada anak usia sekolah, tetapi mencakup individu di berbagai usia yang terlibat dalam berbagai bentuk pendidikan (Keme...

Kementerian Agama Buka Rekrutmen 89.781 PPPK 2024: Terbuka bagi Eks Honorer dan Non-ASN, Penghasilan Hingga Rp7,2 Juta

  Jakarta, 2024 – Kementerian Agama (Kemenag) telah mengumumkan pembukaan seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk tahun 2024. Program ini terbuka bagi eks Tenaga Honorer Kategori II dan Tenaga Non-ASN yang tercatat di Badan Kepegawaian Negara (BKN). Kebutuhan ini meliputi pengisian sebanyak 89.781 pegawai yang akan ditempatkan pada jabatan pelaksana dan fungsional dengan rentang penghasilan mulai dari Rp1.938.500 hingga Rp7.261.300. Kriteria Pelamar: Pelamar harus merupakan Eks Tenaga Honorer Kategori II atau Non-ASN yang terdaftar di database BKN dan masih aktif bekerja di instansi pemerintah. Pelamar adalah Warga Negara Indonesia yang memenuhi persyaratan umur, pendidikan, kompetensi, dan kesehatan. Pelamar tidak terlibat dalam politik praktis atau organisasi terlarang dan bebas dari catatan kriminal serta penyalahgunaan narkotika. Persyaratan Administratif dan Dokumen: Setiap pelamar diharuskan membuat akun di laman resmi pendaftaran Kemenag, mengisi dat...

Dukungan Prabowo: Insentif Guru Non-ASN Rp 2 Juta, Guru ASN 1 Kali Gaji

WartaHarian , 26 November 2024 – Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menerima Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti, di Istana Merdeka. Dalam pertemuan ini, sejumlah isu strategis di bidang pendidikan menjadi topik pembahasan, termasuk kebijakan pembelajaran coding, evaluasi sistem zonasi PPDB, peringatan Hari Guru Nasional 2024, serta peningkatan kesejahteraan guru. Pemerintah tengah mengkaji penerapan pembelajaran pemrograman komputer atau coding sebagai bagian dari kurikulum pilihan di sekolah. Kebijakan ini direncanakan dimulai dari jenjang pendidikan dasar, kemungkinan dari kelas 4 ke atas. Presiden Prabowo Subianto menyatakan dukungan penuh terhadap inisiatif tersebut, dengan harapan pembelajaran coding dapat membekali generasi muda untuk menghadapi tantangan era digital yang semakin kompleks. Terkait dengan sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), Presiden Prabowo menginstruksikan agar dilakukan kajian mendalam untuk menye...